Petai? Siapa yang
suka? Petai, makanan yang “agak” diajuhi beberapa orang. Cukup berasalan dengan
bau dan rasa yang khas, tidak sedikit yang membenci buah yang berkeris-keris
ini. Tetapi ternyata yang suka banyak juga lho. Buktinya banyak yang menjual di
pasar-pasar tradisional.
Beberapa waktu
yang lalu, saya dan Ibu pergi ke sebuah pasar tradisional di daerah Depok. Dengan
kekhasannya suasana pasar pagi dan baunya yang tak asing lagi, pasar tetap
menjadi sebuah teramai di pagi hari. Bahkan mengalahkan Masjid.
Setelah berbelanja
segala macam jenis rempah-rempah dan lauk-lauk, Ibu mengajak saya membeli
petai. Aneh memang, di tengah-tengah pasar ada begitu banyak penjual petai
tetapi Ibu lebih memilih yang di pinggir pasar. Ada sesuatu. Benar, setelah
dilihat ada seorang kakek yang menjual petai sendirian. Dengan pelan-pelan ia
menawarkan petai yang dijajakannya. Kakek yang sudah tua ini hanya memiliki
satu tangan. Subhanallah. Dengan gigihnya ia tetap berusaha. Sedangkan saya? Masih
muda dan sehat. Astagfirullah.
Satu hal yang
mungkin paling menyentuh adalah si kakek mirip sekali dengan Almarhum Kakek
saya, Bapak dari Ibu saya. “Emak gak tega, biar lebih mahal dikit, tapi kita
membantu”. Bisik Ibu menjelaskan dengan senyum, berusaha menghilangkan tanda tanya
di raut wajah saya. Saya yang semula bingung menjadi berkaca-kaca. Selain karena
kegigihan si kakek yang, maaf, kurang sempurna. Juga karena teringat kejadian
beberapa bulan lalu. Saya tidak bisa mendampingi/membimbing Kakek di saat-saat
terakhirnya karena harus mengantar teman. Padahal sesaat sebelum itu, saya
berada di sampingnya.
Teringat pula
nasehat “carilah alasan yang membuat kita membeli dagangan mereka (orang-orang
yang butuh bantuan) meski kita tidak membutuhkannya. Sedikit dari kita, berarti
bagi mereka”. Tak apalah paling hanya lebih mahal dua ribu atau tiga ribu, tapi
hikmah yang saya dapat waktu itu, jauh lebih mahal dari apa yang saya
keluarkan. Semoga kita dapat senantiasa menjadi orang yang lembut hatinya untuk
menolong.
“carilah alasan yang membuat kita memberi dagangan mereka (orang-orang yang butuh bantuan) meski kita tidak membutuhkannya. Sedikit dari kita, berarti bagi mereka”
BalasHapusaku suka kutipan ini kak Dilla.