Pages

Rabu, 09 Maret 2011

Anak-anak, jawaban besar atas perubahan

Mama, kok papa g ada? Nanti jemput aku di sebrang ya..”, suara kecil ditengah-tengah keramaian. Waktu menunjukkan pukul 12.07 menuju azdan dzuhur. Di depan sebuah sekolah di kawasan Jakarta Selatan, seorang anak perempuan kira-kira kelas tiga atau empat SD. Ditangannya ada sebuah benda berwarna merah jambu. Dengan tombol ‘qwerty’nya, alat itu digunakan untuk menghubungi mamanya. Wow, sangat mengejutkan, mengingat seorang mahasiswa yang berada di tempat yang sama, sambil menunggu adiknya, hanya mempunyai sebuah handphone kusam dengan tebal bak ulekan sambel.

Itulah gambaran perkembangan anak masa kini. Sangat kontras dengan apa yang ada sekitar lima belas tahun lalu. Arus globalisasi, kehidupan hedonistik, dan berbagai agenda westernisasi yang dijalankan agen-agen pemuja dunia telah memberikan efek yang sangat dalam di kehidupan kita. Sadar atau tidak, bangsa ini telah teracuni. Racun yang sempurna, masuk menelusuk tanpa perang dan retensi. Lebih menyedihkan, objeknya adalah anak-anak kita yang akan menjadi pewaris peradaban bangsa ini. Mau dibawa kemana bangsa kita, umat kita, keluarga kita? Jika anak-anak seperti itu sudah terkena efek yang luar biasa.

Di bidang lain, dengarlah apa yang dinyanyikan oleh anak-anak kita. Sebuah lagu yang seharusnya belum pantas mereka dengarkan dan dendangkan. Bayangkan seorang anak kecil menyanyikan lagu ahmad dhani, “aku sedang ingin bercinta, karena ada kamu, di sini aku ingin”. Bagaimana pula dengan lagu berbahasa inggris yang artinya saja mereka tidak tahu, padahal kandungan lagu tersebut sangat merusak. Tidak ada lagi lagu-lagu menyenangkan dan membahagiakan anak-anak, seprti cicit cuit dan bolo bolo. Tidak ada lagi lagu-lagu yang berkisah tentang cita-cita mereka di masa depan dan bercerita tentang motivasi. Jika seperti itu tidak pantas saat mereka besar dikatakan “masa kecil kurang bahagia” tetapi lebih tepat “tidak punya masa kecil!”.

Dalam sebuah acara di stasiun televisi swasta menggunakan lebel cilik (yang dimaksud anak-anak) tetapi yang dinyanyikan adalah lagu-lagu dewasa tentang jatuh bangun cinta. Bagaimana bisa sebuah bangsa (yang ingin menjadi) besar dibangun oleh pemuda-pemuda yang hatinya lemah, lembek, dan cengeng. Pemuda-pemuda yang mudah sakit hati karena cinta? Ya, cinta monyet bahkan lebih jelek lagi. Pemuda-pemuda yang senang berkhayal? Ya, khayalan hampa. Dari mana pemuda yang mempunyai tanggung jawab semua itu berasal? Dari bibit-bibit bangsa ini, mereka itu anak-anak kita.

Jika pemuda yang pada awalnya dilmulai dari anak-anak, sudah dicekoki buaian dunia dan lupa akhirat maka perubahan apalagi yang dapat kita harapkan? Mungkin terlihat tidak ada pengaruhnya atau kagak ngefek ada di pikaran kita ketika melihat anak kecil bergaya hidup seperti orang kaya, bak orang yang selalu berkecukupan, dan sudah dewasa. Efeknya memang tidak pada saat hal itu diterpakan pada anak-anak tetapi lihat hasilnya 20 tahun lagi. Akan kita dapati sebuah perubahan. Namun bukan perubahan yang bangsa ini harapakan. Apakah Tuhan telah menyuruh membimbing anak-anak kita dengan baik? Apakah Rasul kita telah mencontohkan akan pola dan gaya hidup yang zuhud akan dunia? Tanggung jawab siapa jika bukan orang tua dan kita semua yang lebih tua?

Di sudut jalan dan di pinggiran kota, terdengar suara anak-anak yang sedang bersholawat atas Nabi mereka. Di dalam rumah yang sederhana, terdengar suara ayat-ayat suci dibacakan setelah maghrib. Di jalan yang becek dan gelap, ada seorang ayah yang menuntun anaknya ke Masjid. Kemudian di dalam sebuah sekolah, ada yang seorang guru yang sabar mengajarkan anak didiknya hingga paham. Itulah gambaran sebuah permulaan dari bangsa yang memiliki masa depan yang cerah. Sebuah bangsa yang memilki harapan dan terus berusaha mewujudkannya secara baik. Bukan dengan debat dan perebutan kursi. Sebuah bangsa yang ingin menjadi besar memang tidak akan melupakan jas merahnya (hanya bangsa itu). Tetapi jika sebuah bangsa ingin menaruh namanya pada jas merah dunia, ia tidak akan melupakan dari mana ia harus memulai dan siapa yang kan meneruskan agenda besar itu. Adalah anak-anak yang menjadi tanggung jawab kita sebagai jawaban besar atas perubahan.

0 komentar:

Posting Komentar