Pages

Jumat, 01 April 2011

Nikmat, Syukur, dan Bekerja

Manusia sebagai makhluk yang diciptakan secara sempurna memiliki tanggung jawab besar dimuka bumi. Allah telah menganugrahkan begitu banyak karunia-Nya kepada manusia. Lalu, apakah semua itu didapatkan secara cuma-cuma? Mahasuci Allah yang telah memberikan hati kepada manusia sehingga manusia dapat merasakan apa yang ada dan peka terhadap lingkungan. Dengan hati itu pula manusia dapat menentukan setiap tindakannya atas segala nikmat dan karunia yang luar biasa itu. Atas nikmat-nikmat itu Allah tidak menuntut banyak atas sikap manusia, hanya sebuah kata, bersyukur. Dengan bersyukur segala menjadi indah dan cukup. Dengan bersyukur itu, kita juga akan merasa nyaman akan apa yang kita kerjakan dan dimana kita ‘saat ini’ berada. Bukankah Allah telah berulang kali menyinggung manusia akan kesombongan manusia yang tidak bersyukur di dalam Al-quran? Banyak surah yang didalamnya berisikan singgungan terhadap orang-orang yang kufur akan nikmat-Nya. Bahkan, Allah menciptakan sebuah surah khusus yang didalamnya dikisahkan, sedikit dari begitu banyaknya, nikmat Allah yang diberikan dan Allah mengulang-ulang ayat didalamnya. Hal ini mengingatkan kepada urgensi dari sikap bersyukur yang dapat dikatak sebagai bayaran atas semua nikmat yang kita peroleh.
  فَبِأَيِّ آلا ءِرَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

‘Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?’

Sebuah kisah sederhana dari seorang Ibu yang kaya raya, InsyaAllah, dapat menyadarkan kita. Kisah tentang seorang Ibu yang hidup dalam segala yang berkecukupan bahkan lebih. Dalam kesehariannya, Ibu yang memiliki dua putra dan satu putri, hanya berada di dalam rumah saja. Betapa tidak, sang Suami yang menjadi salah satu direktur sebuah perusahaan go internasional di Jakarta telah memilki pendapatan yang sangat berlebih dari kebutuhan hidup keluarganya. Kebersihan dan urusan rumah tangga selalu beres dan rapi diselesaikan tiga pembantu dan dua orang supirnya setiap hari. Anak-anaknya pun tak kalah hebat, dua dari tiga anaknya telah menyelesaikan kuliahnya dan mendapatkan pekerjaan yang, dapat dikatakan, layak untuk status keluarga mereka. Satu putra terakhir tengah kuliah di Universitas ternama di daerah Depok dan selalu cumlaude.

Namun, satu hal yang disayangkan. Ibu itu sampai saat ini sangat sulit untuk bergaul, beramal, bahkan ironisnya tidak sholat. Padahal keluarga tersebut adalah keluarga muslim. Anak-anaknya yang paham akan pendidikan dan agama resah akan pola pikir yang salah dari Ibunya akan makna kecukupan. Sehingga sang Ibu dipertemukan dengan seorang ustadz. Ibu itu bertanya, “ustadz, untuk apa saya sholat sedangkan saya sudah berada dalam kecukupan seperti ini? Jika sholat itu untuk memohon sesuatu, saya telah memilikinya saat ini. Ustadz tersebut hanya tersenyum dan menjawab tenang, “wahai Ibu, apakah ibu pernah melihat akan orang-orang yang kesusahan dalam hidupnya? Apakah mereka ingin berada dalam kondisi tersebut? Sesungguhnya Allah yang telah mencukupkan hal ini pada Ibu. Jika Ibu merasa tidak bisa sholat atau bekerja karena Ibu sudah memliki semuanya, maka sholat dan bekerjalah untuk mensyukuri nikmat yang ada saat ini. Ibu memiliki seorang Suami yang sangat sayang kepada keluarga. Sehebat dan sesibuk apapun Suami ibu, sampai saat ini Beliau tidak selingkuh dan terlibat dalam perkara kejahatan. Anak-anak Ibu mampu meraih prestasi dan tidak terjerumus dalam pergaulan bebas dan narkoba. Harta yang Ibu miliki saat ini mampu mencukupi kebutuhan. Maka, sholat, bekerja, dan lakukanlah yang terbaik dalam segala hal sebagai ucap syukur ibu atas nikmat-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar