5 Januari
2012, lima hari setelah tahun baru, rasanya masih hangat jika kita bicarakan tentang
pergantian “selembar” kertas yang menghiasi hari-hari kita. Pergantian hari,
jam, menit, dan detik sebenarnya bukanlah sesuatu yang amat istimewa. Itu hanyalah
sebagian dari fenomena kehidupan yang selalu kita hadapi. Bahkan dalam islam,
di sebuah surat yang InsyaAllah anak kecil sudah mampu menghapalnya, surat Al-Ashr,
Allah Azza wa Jalla bersumpah dengan waktu dan memperingatkan manusia akan
pentingnya waktu. “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian”.
Kita diminta apa? Kita diminta memperhatikan waktu. Waktu yang kita miliki
digunakan untuk apa. Perhatikan setiap detik yang dilewati, bukan hanya
detik-detik pergantian tahun.
Lalu, jika pergantian yang sebenarnya adalah hal biasa, kenapa begitu berbeda jika memasuki tahun (masehi) baru? Tentu perbedaannya terletak pada cara kita menanggapinya. Kita ambil contoh, seseorang yang terbina dan siap dengan apa yang ia hadapi tentu saja tak masalah dengan ujian yang ia hadapi. Karena ia yakin dengan bekal yang ia miliki dan bisa menikmati proses yang sedang berlangsung. Beda halnya dengan seseorang yang “heboh”, tanpa bekal, dan mudah panik (mungkin sekarang bahasa trendnya adalah galau), akan menanggapi dengan cara (sedikit) berbeda. Ia bisa saja bertindak ceroboh, ingin cepat selesai tanpa analisa, dan sebagainya.
Pergantian tahun (masehi) bagi seorang muslim juga masih menyisakan perbedaan sikap, terkait tentang perayaan dan tindakan lainnya. Kita tidak membahas di sini, mungkin bisa dilihat kembali di Hukum Merayakan Tahun Baru. Namun, menurut saya apa yang dilakukan seseorang terkait sesuatu yang dihadapinya menunjukkan apa yang dimilikinya dan apa yang ada di hati atau keinginannya. Jadi, penyikapan terhadap sebuah moment tergantung pada cara kita menempatkan diri, mengambil sudut pandang, dan menentukan sikap dalam bertindak.
Lalu, jika pergantian yang sebenarnya adalah hal biasa, kenapa begitu berbeda jika memasuki tahun (masehi) baru? Tentu perbedaannya terletak pada cara kita menanggapinya. Kita ambil contoh, seseorang yang terbina dan siap dengan apa yang ia hadapi tentu saja tak masalah dengan ujian yang ia hadapi. Karena ia yakin dengan bekal yang ia miliki dan bisa menikmati proses yang sedang berlangsung. Beda halnya dengan seseorang yang “heboh”, tanpa bekal, dan mudah panik (mungkin sekarang bahasa trendnya adalah galau), akan menanggapi dengan cara (sedikit) berbeda. Ia bisa saja bertindak ceroboh, ingin cepat selesai tanpa analisa, dan sebagainya.
Pergantian tahun (masehi) bagi seorang muslim juga masih menyisakan perbedaan sikap, terkait tentang perayaan dan tindakan lainnya. Kita tidak membahas di sini, mungkin bisa dilihat kembali di Hukum Merayakan Tahun Baru. Namun, menurut saya apa yang dilakukan seseorang terkait sesuatu yang dihadapinya menunjukkan apa yang dimilikinya dan apa yang ada di hati atau keinginannya. Jadi, penyikapan terhadap sebuah moment tergantung pada cara kita menempatkan diri, mengambil sudut pandang, dan menentukan sikap dalam bertindak.
Kita ingin
mengeluarkan uang untuk membeli sebuah kembang api yang akan dipasang di malam
tahun baru, begadang dari isya sampai mau masuk waktu subuh, itu pilihan. Ada
saja yang berpendapat bahwa pergantian itu setahun sekali, ya silakan. Tapi saya
tekankan sekali lagi, hal istimewa itu sebenarnya hanya ada dalam pikir dan
opini kita. Cara menyikapinya? Ya tergantung kita. Bayangkan jika uang yang
kita keluarkan kita amalkan. Wow! Bukankah kita pernah mendengar jika beramal maka
akan kembali pada kita dengan berlipat-lipat? Bukankah di bawah gemerlapan
kembang api masih ada keluarga yang tidak tahu apakah di tahun selanjutnya
masih bisa makan atau tidak? Bukankah di belahan bumi sana masih ada Negara yang
sulit tidur bukan karena kembang api tapi karena letupan senjata? Saya rasa,
kita cukup bijak untuk memirkanya.
Sekarang bayangkan
waktu yang kita habiskan untuk begadang, kita pergunakan untuk memohon pada
Allah. Bukankah malam adalah waktu yang tepat untuk memanjatkan do’a? Bukankah
setiap hari kita selalu dirundung masalah dan keinginan yang menggelora? Sampaikan
pada-Nya, curhat. Kapan lagi jika kita tidak memulai. Banyak hal rasanya yang
amat jauh lebih hebat untuk dilakukan di pergantian detik “yang kita anggap spesial”
itu.
Satu hal
yang ingin saya ajak kepada kita semua untuk merenunggkannya kembali. Tentu
kita semua pernah dengar kata kaleodoskop dan resolusi. Dua kata yang selalu
muncul mendekati pergantian tahun. Inilah yang sebenarnya baik dilakukan. Saya lebih
enak menyebutnya sebagai evaluasi akhir tahun dan proposal hidup satu tahun. Mungkin
ada yang bertanya, jika di atas saya menyebutkan bahwa tidak ada yang spesial. Kenapa
sekarang menganjurkan membuat sesuatu yang spesial di pergantian detik yang biasa
saja? Ya, sekali lagi tergantung kita menyikapinya. Kita tidak harus membuat
evaluasi dan proposal tersebut pada pergantian tahun. Kita bisa saja mengambil
momen lebaran, hari pertama tahun hijriah, hari lahir, hari jadi pernikahan,
dan sebagainya. Bisa saja diantara kita ada yang mau mengambil momen pergantian
tahun masehi ini sebagai titik poinnya.
Evaluasi akhir
tahun, adalah cara kita mereview dan memikirkan apa-apa yang sudah dilakukan untuk
kemudian dicari hikmah atau solusinya. Janganlah hanya melakukan kaleodoskop
atau meneropong saja. Apalah arti kita mengingat-ingat masa lalu tanpa
evaluasi. Kita hanya akan terkungkung masa lalu tanpa solusi. Buat agar yang telah
kita lakukan adalah sesuatu yang menyokong langkah kita selanjutnya. Hidup ini
dinamis dan membutuhkan perubahan ke arah yang lebih baik.
Setelah evaluasi
tentulah kita akan semakin memahami diri kita sendiri. Mulai dari potensi,
prestasi, kekurangan, kelebihan, keinginan (harapan), hingga terbentuklah target-terget
yang membutuhkan realisasi dan tindak nyata di depan. Maka, tuangkanlah hal itu
dalam proposal hidup. Banyak motivator atau inspirator yang telah menjelaskan
tahap-tahapanny menjadi lebih rinci. InsyaAllah hal itu akan memacu kita untuk
berbuat lebih baik dan tertata. Dan perlu diingat, kita boleh berharap dan berprediksi
dengan usaha tetapi jangan sampai melenakan dan terjatuh dalam ramalan. Karena ramalan
adalah salah satu bentuk syirik yang sangat mudah trend di masyarakat, apapun
itu.
Kini, bagi
anda yang belum memiliki harapan ke depan, cobalah tuliskan. Walau anda bukan
orang yang suka sesuatu yang tertata, walau kita bukan berada tepat di
pergantian tahun atau momen yang diinginkan. Tapi mari lah kita mencoba untuk
memperbaiki hidup kita. Semoga apa yang ada di sekitar kita dapat membuka hati
kita sehingga kita lebih bijak mengambil sikap dan optimis dalam melangkah.
0 komentar:
Posting Komentar