Pages

Kamis, 03 November 2011

Cinta itu Tidak Sepadan

Cinta, sebuah kata yang sangat popular di dunia. Baik tua maupun muda pasti kenal dengan kata yang hanya terdiri dari lima huruf ini. Siapa pun pasti setuju maknanya tidak hanya lima, jauh lebih dari itu.  Berjuta kisah terlahir dan kadang membuat seseorang lupa segalanya sehingga seringkali cinta diartikan cerita indah tanpa akhir. Tidak hanya itu, manusia juga lupa bagaimana cinta itu seharusnya ditempatkan. Gerusan dan godaan dari syaitan dan buaian dunia membuat lupa bahwa cinta yang hakiki hanyalah pada-Nya.

Sering saya mendengar jika dalam cinta itu berlaku hukum timbal balik. Ringkasnya cinta yang kita dapatkan akan sebanding dengan cinta yang kita keluarkan. Terdengar logis bukan? Namun, saya sadari hal ini tidaklah sepenuhnya benar. Kembali pada hakikat cinta itu. Jika cinta (akan dunia) sudah membuat kita lupa dan buta maka hal itu (hukum timbal balik pada cinta) akan menjadi pegangan yang menyesatkan. Mari kita renungi bersama.
Cinta berasal dari Maha Pencipta, Allah Azza wa Jalla. Allah yang telah memberikan rasa cinta kepada kita sehingga kita bisa mencintai hal lainnya. Sudah sepantasnya jika cinta yang kita miliki paling utama dan sangat diprioritaskan kepada-Nya. Bayangkan jika cinta itu berlaku hukum timbal balik. Sangatlah tidak mungkin kita bisa merasakan apa yang ada saat ini. Renungkan apa yang sudah kita korbankan untuk menunjukkan cinta kita pada Allah? Sholat? Apakah kita langsung bergegas menyambut panggilan-Nya. Ingatlah sudah berapa larangan-Nya yang kita perbuat. Seseorang kekasih saja jika diabaikan, ngambeknya bukan main.
Apakah setiap saat kita selalu mengingat Allah? Apakah jika kita melihat ciptaan-Nya teringat Dzat yang menciptakan? Apakah ketika ada yang menghina Agama (DIen) yang telah Allah turunkan sebagai wujud kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya, kita membelanya? Saudaraku, kecil, amat sangat kecil apa yang sudah kita keluarkan untuk Allah.
Namun, rasakan apa yang ada saat ini di sekitar kita. Kita terlahir di dunia atas kehendak siapa? Lihatlah tangan kita, mata yang kita gunakan untuk membaca artikel ini, luar biasa! Kita memilikinya dan sempurna. Saat kita tidur, siapa yang mengizinkan dan menjaga kita? Orang tua yang kita miliki adalah orang tua terbaik yang Allah kirimkan untuk kita. Dan ingatlah segala kenangan dan nikmat yang pernah kita rasakan selama ini. itulah wujud cinta Allah yang luar biasa kepada kita.
Jika Allah memberi cinta-Nya hanya sebatas pada apa yang telah kita berikan pada Allah. Astagfirullah, sungguh saudaraku. Kita tidak pernah merasakan nikmat apapun di dunia ini. Sesungguhnya Allah tidak akan bertambah kemuliaan-Nya jika seluruh manusia menjadi taat. Dan Allah tidak akan pernah berkurang sedikit pun kemuliaan-Nya jika seluruh manusia durhaka atau syirik. Karena Allah adalah Dzat yang Maha Mulia. Rabb Semesta Alam yang memang mulia kapan pun juga. Justru kita adalah manusia yang butuh dan teramat sangat tergantung pada-Nya.
Cinta selanjutnya ada pada Rasul kita, Imam kita, dan InsyaAllah pemberi syafaat kepada kita di yaumil akhir nanti, Muhammad saw. Bacalah kisahnya, seseorang yang menginginkan agar manusia tidak lagi terjerumus ke dalam lubang kesesatan. Ia rela bermandikan keringat dan darah untuk terus menegakkan syariat. Hingga akhirnya hayatnya pun yang disebut adalah kita, ummatnya. Padahal jika Muhammad mau masuk sendirian bisa. Ia adalah manusia yang dijanjikan surga. Tetapi yang terjadi adalah Beliau pernah meminta pada Allah biarlah ia yang di neraka tetapi ummatnya masuk surge. Sungguh cinta yang luar biasa. Lantas, apa yang sudah kita lakukan? Bersholawat padanya saja mungkin jarang kita lakukan.
Selanjutnya orang tua kita. Jika orang tua kita suka peritungan (mengitung untung rugi dengan adanya kita), mungkin kita sudah terlantar. Bagaimana tidak, untuk melahirkan, ibu rela mengorbankan nyawanya yang penting kita selamat. Bapak rela pergi kesana kesini mencari pinjaman uang. Jika kita sakit, kita nyenyak tidur dan orang tua rela begadang semalaman padahal besok pagi harus berangkat kerja. Setelah besar sedikit, bukannya meringankan, kita justru buang air sembarangan. Sedikit-sedikit merengek minta jajan. Bahkan sampai besar pun, tak jarang kita meminta uang tanpa berpikir apakah orang tua kita punya uang. Sungguh cinta orang tua pun masih terlalu besar untuk kita saingi.
Tiga cinta diatas, cukuplah bagi kita untuk merenung dan menyadari hakikat dari cinta itu. Masih banyak cinta lainnya yang jika kita mau pahami, cinta kita sekali-sekali tidak menyentuh atau menyaingi cinta yang kita dapatkan. Lihatlah kakak adik kita, kakek nenek, teman-teman, para pemimpin, dan alam pun ternyata juga memberikan cintanya pada kita. Semoga setelah ini kita bisa lebih arif dan bijak dalam bertindak. Dan tidak menjadikan kata cinta sebagai alasan untuk buta mata dan buta hati. Justru dengan cinta kita menjadi pribadi sejati untuk menggapai kasih saying Ilahi Robbi.
Ana uhibbukum fillah.. J

0 komentar:

Posting Komentar