Cinta, sebuah
kata yang sangat popular di dunia. Baik tua maupun muda pasti kenal dengan kata
yang hanya terdiri dari lima huruf ini. Siapa pun pasti setuju maknanya tidak
hanya lima, jauh lebih dari itu. Berjuta
kisah terlahir dan kadang membuat seseorang lupa segalanya sehingga seringkali
cinta diartikan cerita indah tanpa akhir. Tidak hanya itu, manusia juga lupa
bagaimana cinta itu seharusnya ditempatkan. Gerusan dan godaan dari syaitan dan
buaian dunia membuat lupa bahwa cinta yang hakiki hanyalah pada-Nya.
Sering saya
mendengar jika dalam cinta itu berlaku hukum timbal balik. Ringkasnya cinta
yang kita dapatkan akan sebanding dengan cinta yang kita keluarkan. Terdengar logis
bukan? Namun, saya sadari hal ini tidaklah sepenuhnya benar. Kembali pada
hakikat cinta itu. Jika cinta (akan dunia) sudah membuat kita lupa dan buta
maka hal itu (hukum timbal balik pada cinta) akan menjadi pegangan yang
menyesatkan. Mari kita renungi bersama.
Cinta berasal
dari Maha Pencipta, Allah Azza wa Jalla. Allah yang telah memberikan rasa cinta
kepada kita sehingga kita bisa mencintai hal lainnya. Sudah sepantasnya jika
cinta yang kita miliki paling utama dan sangat diprioritaskan kepada-Nya. Bayangkan
jika cinta itu berlaku hukum timbal balik. Sangatlah tidak mungkin kita bisa merasakan
apa yang ada saat ini. Renungkan apa yang sudah kita korbankan untuk
menunjukkan cinta kita pada Allah? Sholat? Apakah kita langsung bergegas
menyambut panggilan-Nya. Ingatlah sudah berapa larangan-Nya yang kita perbuat. Seseorang
kekasih saja jika diabaikan, ngambeknya
bukan main.
Apakah setiap
saat kita selalu mengingat Allah? Apakah jika kita melihat ciptaan-Nya teringat
Dzat yang menciptakan? Apakah ketika ada yang menghina Agama (DIen) yang telah Allah turunkan sebagai
wujud kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya, kita membelanya? Saudaraku, kecil,
amat sangat kecil apa yang sudah kita keluarkan untuk Allah.
Namun, rasakan
apa yang ada saat ini di sekitar kita. Kita terlahir di dunia atas kehendak
siapa? Lihatlah tangan kita, mata yang kita gunakan untuk membaca artikel ini,
luar biasa! Kita memilikinya dan sempurna. Saat kita tidur, siapa yang mengizinkan
dan menjaga kita? Orang tua yang kita miliki adalah orang tua terbaik yang
Allah kirimkan untuk kita. Dan ingatlah segala kenangan dan nikmat yang pernah
kita rasakan selama ini. itulah wujud cinta Allah yang luar biasa kepada kita.
Jika Allah
memberi cinta-Nya hanya sebatas pada apa yang telah kita berikan pada Allah.
Astagfirullah, sungguh saudaraku. Kita tidak pernah merasakan nikmat apapun di
dunia ini. Sesungguhnya Allah tidak akan bertambah kemuliaan-Nya jika seluruh
manusia menjadi taat. Dan Allah tidak akan pernah berkurang sedikit pun
kemuliaan-Nya jika seluruh manusia durhaka atau syirik. Karena Allah adalah
Dzat yang Maha Mulia. Rabb Semesta Alam yang memang mulia kapan pun juga. Justru
kita adalah manusia yang butuh dan teramat sangat tergantung pada-Nya.
Cinta
selanjutnya ada pada Rasul kita, Imam kita, dan InsyaAllah pemberi syafaat
kepada kita di yaumil akhir nanti, Muhammad saw. Bacalah kisahnya, seseorang
yang menginginkan agar manusia tidak lagi terjerumus ke dalam lubang kesesatan.
Ia rela bermandikan keringat dan darah untuk terus menegakkan syariat. Hingga akhirnya
hayatnya pun yang disebut adalah kita, ummatnya. Padahal jika Muhammad mau
masuk sendirian bisa. Ia adalah manusia yang dijanjikan surga. Tetapi yang
terjadi adalah Beliau pernah meminta pada Allah biarlah ia yang di neraka
tetapi ummatnya masuk surge. Sungguh cinta yang luar biasa. Lantas, apa yang
sudah kita lakukan? Bersholawat padanya saja mungkin jarang kita lakukan.
Selanjutnya orang
tua kita. Jika orang tua kita suka peritungan (mengitung untung rugi dengan
adanya kita), mungkin kita sudah terlantar. Bagaimana tidak, untuk melahirkan,
ibu rela mengorbankan nyawanya yang penting kita selamat. Bapak rela pergi
kesana kesini mencari pinjaman uang. Jika kita sakit, kita nyenyak tidur dan
orang tua rela begadang semalaman padahal besok pagi harus berangkat kerja. Setelah
besar sedikit, bukannya meringankan, kita justru buang air sembarangan. Sedikit-sedikit
merengek minta jajan. Bahkan sampai besar pun, tak jarang kita meminta uang
tanpa berpikir apakah orang tua kita punya uang. Sungguh cinta orang tua pun
masih terlalu besar untuk kita saingi.
Tiga cinta
diatas, cukuplah bagi kita untuk merenung dan menyadari hakikat dari cinta itu.
Masih banyak cinta lainnya yang jika kita mau pahami, cinta kita sekali-sekali
tidak menyentuh atau menyaingi cinta yang kita dapatkan. Lihatlah kakak adik
kita, kakek nenek, teman-teman, para pemimpin, dan alam pun ternyata juga
memberikan cintanya pada kita. Semoga setelah ini kita bisa lebih arif dan bijak
dalam bertindak. Dan tidak menjadikan kata cinta sebagai alasan untuk buta mata
dan buta hati. Justru dengan cinta kita menjadi pribadi sejati untuk menggapai
kasih saying Ilahi Robbi.
Ana uhibbukum fillah.. J
0 komentar:
Posting Komentar